** Firman Tuhan: Kolose 3:12** 
"...Sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran."


     Setelah dibaptis, Pakhomius serius ingin bertumbuh. “Bertapalah. Itu cara terampuh,” nasihat seorang biarawan. Di tahun 315 M, tradisi bertapa memang marak. Orang memisahkan diri dari masyarakat yang korup. Menyendiri di gurun. Berdoa dan puasa. Setelah mencoba, Pakhomius merasa itu tidak tepat. “Bagaimana bisa belajar rendah hati, jika hidup sendiri? Bagaimana belajar bersabar, tanpa menjumpai sesama?” Ia pun berhenti bertapa dan mengembangkan spiritualitas persekutuan. Menurutnya, orang bertumbuh dalam pergaulan, bukan kesendirian.

     Paulus memotret sifat-sifat manusia baru, antara lain: belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran (KoLose 3:2). Ini buah kehidupan bersama. Belas kasihan dan kemurahan muncul saat melihat kebutuhan sesama. Kerendahan hati terbentuk saat menjumpai kelebihan orang lain. Kelemahlembutan dan kesabaran teruji saat berhadapan dengan hal-hal yang menyakitkan. Jemaat Kolose terdiri dari berbagai macam orang yang disatukan dalam kasih Kristus (KoLose 3:11). Orang-orang “sulit” jelas ada (ayat 13). Namun, mereka diminta tetap bersatu (KoLose 3:14). Tidak meninggalkan persekutuan. Di situlah terjadi proses pembentukan. Lewat konflik, orang saling menegur dan bertumbuh (KoLose 3:15-16).

     Adakah orang yang kerap menjengkelkan Anda? Atau, Anda kecewa dengan perilaku orang-orang sulit di gereja? Ingatlah bahwa melalui mereka, sifat-sifat Anda kian diasah dan dibentuk Tuhan sebagai orang-orang pilihan-Nya. Jadi, bertahanlah! Sambut pembentukan Tuhan melalui persekutuan dengan hati bersyukur!


TANPA BELAJAR HIDUP SEHATI TIADA PERTUMBUHAN IMAN SEJATI

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO


** Firman Tuhan: Lukas 21:4 **
“Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan seluruh nafkah yang dimilikinya.”




Kita terkadang bingung jika ditanya tentang persembahan. Sepersepuluh dari penghasilankah? Atau, berapa nominal persembahan yang menyukakan-Nya? Sebuah pelajaran penting bisa kita dapat dari kisah janda miskin yang menghaturkan persembahan.

Jika saat itu kita ada di Bait Allah, kita akan melihat pemandangan yang kontras: di antara orang-orang kaya yang memasukkan persembahan ke dalam peti persembahan, ada janda miskin yang memasukkan “hanya” dua uang tembaga - pecahan uang paling kecil! Manakah dari kedua persembahan itu yang Tuhan apresiasi? Tak disangka, persembahan si janda miskin menyukakan hati-Nya. Meski jumlahnya sangat tak bernilai untuk dipuji, tetapi di mata Tuhan Yesus, persembahannya lebih bernilai dibandingkan persembahan orang-orang kaya. Tuhan melihat arti uang sejumlah itu bagi si janda miskin. Itu jumlah uang yang ia miliki untuk melanjutkan hidupnya—nafkahnya. Dalam soal memberi kepada Allah, janda miskin tak perhitungan. Ia memberikan seluruh miliknya. Kemiskinan bukan alasan baginya untuk tak memberi persembahan kepada Allah! Ia percaya Allah memelihara hidupnya. Ia meletakkan kepercayaannya kepada Allah, bukan pada uang yang ia miliki! Inilah persembahan yang menyukakan Tuhan!

Randy Alcorn, dalam Prinsip Harta, menulis: “Selama saya memiliki sesuatu, saya meyakini bahwa sayalah pemiliknya. Namun, saat saya memberikannya, saya melepaskan kendali, kekuasaan, dan harga diri yang mengiringi kekayaan ... saya menyadari bahwa Allah-lah Sang Pemilik.” Sudahkah kita menghaturkan persembahan dengan diiringi keyakinan bahwa Dialah pemilik harta kita? Selamat mempersembahkan yang terbaik.


Marilah memberi yang terbaik buat Tuhan dari apa yang ada pada kita, baik melalui hidup, waktu, harta, dan talenta kita, dan jangan dengan paksaan tetapi dengan sukacita. ItuLah ibadah yang sejati. :)


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

Song