Saya cukup yakin bahwa fakta yang ditulis dalam judul artikel ini semua orang sudah tahu, termasuk Anda yang saat ini sedang membacanya. Hal yang menggelitik saya untuk menuliskannya adalah saya tidak yakin semua orang yang tahu fakta ini juga sudah menghidupi fakta tersebut.
Hidup hanya sekali dan menghidupi hidup yang hanya sekali itu luas sekali kriterianya. Setidaknya hal yang paling mudah adalah menyatakan dan memberikan contoh hal yang sebaliknya.
Jika Anda saat ini hidup hanya dengan melewati hari, menghabiskan hari, dan menantikan waktu saat kematian menjelang; maka sayang sekali Anda tidak termasuk dalam kategori menghidupi hidup Anda yang hanya sekali itu.
Mudah-mudahan setelah membaca artikel ini akan menyemangati Anda untuk berkata:
“Ya! Saya MAU!”
dan bertindak. Seperti yang saya sering tuliskan sebelumnya, MAU saja hanya bagian dari iman dan iman tanpa perbuatan adalah mati.
Saya termasuk orang yang mungkin dianggap orang sering ikut campur urusan orang. Ya, saya senang memperhatikan status messenger orang-orang yang ada dalam messenger list saya. Selain itu juga, selain status messenger, saya juga suka memperhatikan status dalam facebook kalau kebetulan saya sedang melihatnya.
Begitu otomatisnya tindakan saya, sampai-sampai saya sedikit banyak dapat membaca karakter orang-orang dalam messenger list saya. Yah, mungkin ada yang tidak suka dengan kebiasaan saya memperhatikan hal itu, saya juga tidak tahu.
Hal yang membuat saya prihatin, ternyata hal-hal yang buruk itu lebih mudah dipampang daripada hal-hal yang baik. Kata-kata makian, sumpah serapah, kekesalan, kekecewaan banyak saya jumpai baik di status messenger, status facebook, bahkan di status twitter (ya, yang terakhir ini saya baru saja bergabung di dalamnya).
Benar bahwa saat situasi tidak sesuai dengan yang diharapkan, jelas ada timbul kekecewaan, kekesalan, kemarahan, kesedihan, dan seterusnya. Itu perlu untuk dikeluarkan, saya sangat setuju. Hanya saja apakah caranya dengan memajang kata sumpah serapah, makian, dan apapun itu?
Manusia adalah makhluk yang termulia, karena diciptakan secitra dengan Allah, segambar dengan Allah. Bahkan manusia dikaruniai roh, untuk membedakannya dengan hewan dan tumbuhan.
Lalu mengapa manusia tidak bisa menghidupi citra indah itu? Mengapa manusia tidak bisa menghidupi hidup yang telah dikaruniakan kepadanya?
Kalau saya melihat pada hidup saya sendiri, saya perlu mengakui pada Anda bahwa hidup saya bukan hidup yang gemerlap. Hidup saya sangat biasa saja, cenderung datar dan rutin. Saya tidak tahu dengan kehidupan Anda.
Hanya saja menurut saya, kunci dari menghidupi hidup itu bukan dari jenis kehidupan yang kita jalani: gemerlap atau biasa, akan tetapi dari dalam hati. Saat hati kita menikmati hidup kita, segemerlap atau sebiasa apapun hidup kita maka pasti akan terasa indah.
Mungkin saya termasuk orang yang sangat sederhana. Saya mudah dibuat senang dengan hal-hal terkecil dalam hidup. Tidak terlalu punya banyak keinginan yang macam-macam, sehingga saat saya mendapatkan sesuatu rasanya senang sekali hahaha.
Seperti sudah saya bagikan dalam tulisan di salah satu blog yang lain, segelas jasmine tea saja sudah membuat saya nyaman dan senang. Kalau Anda pecinta teh yang sama, Anda pasti tahu betapa nikmatnya menghirup aroma dari kepulan hangat teh yang baru diseduh, mengecap rasanya, dan menikmati kehangatannya memasuki tenggorokan Anda.
Sangat sederhana bukan? Segelas teh. Hidup ini hanya satu kali. Sayang sekali jika digunakan untuk memaki, bersumpah serapah, juga bahkan untuk bersedih dan membenci.
Saya bukan orang suci yang tidak bisa bersedih, tidak bisa kesal, tidak bisa emosi. Beberapa waktu lalu, saya teringat akan kejadian-kejadian menyedihkan dan mengecewakan di masa lalu dan saya tuangkan juga dalam blog ini.
Hanya saja kemudian saya disadarkan bahwa membagikan hal itu untuk orang lain belajar itu baik, tapi tidak untuk terus-menerus memutarnya dalam pikiran saya sehingga tertanam menjadi kesedihan dan kekecewaan terus-menerus.
Menghidupi hidup bukan berarti tidak pernah sedih, tidak pernah kecewa, tidak pernah marah; tetapi saat sedih, saat kecewa, saat marah dilepaskan dengan cara yang terukur dan masuk akal.
Mengomel, mengeluh, marah, mencaci maki, dan bersumpah serapah; sesungguhnya saat melakukan itu semua sama sekali tidak memecahkan persoalan yang ada, malah mematrikannya begitu dalam: yaitu ke lubuk hati Anda. Semakin sering Anda melakukan itu, semakin itu tertoreh begitu dalam.
Sedikit-sedikit akhirnya menjadi bukit. Hal-hal kecil akhirnya menjadi besar. Sebutir akhirnya menjadi segunung. Satu kali perlakuan, akhirnya menjadi kebiasaan. Pada akhirnya yang dirugikan adalah Anda sendiri.
Hidup yang satu kali ini gunakan secara bijaksana dan bertanggung jawab. Jangan karena hanya sekali saja hidup di dunia ini, maka Anda bisa bebas menggunakannya semau hati Anda. Merugikan orang lain, menyakiti orang lain, menusuk orang lain; hanya karena ini hidup yang satu kali saja; maka Anda memilih untuk melakukannya.
Jangan! Hal yang Anda lakukan pada orang lain, pada akhirnya akan Anda rasakan juga. Ingatlah hukum tabur tuai. Bahkan dituliskan dalam Alkitab bahwa hal yang kita inginkan orang lain perbuat pada kita, perbuatlah itu terlebih dahulu.
Gunakan hidup yang satu kali ini sebagai hidup yang bermakna untuk menjembatani hidup di kekekalan kelak. Setia pada perkara yang kecil maka akan dipercayakan perkara yang lebih besar. Jika Anda tidak bisa setia dalam hidup yang satu kali ini di dunia, bagaimana bisa dipercaya untuk hidup di kekekalan kelak?
Maukah Anda untuk menembus batas menghidupi hidup yang satu kali ini
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
SEO